ANALISIS INVESTASI LANJUTAN: PENDEKATAN ADJUSTED
PRESENT VALUE
1. METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV)
1.1 Kerangka APV
Variasi lain dari WACC (weighted
average cost of capital, atau biaya modal rata-rata tertimbang) dalam analisis
investasi adalah APV (Adujsted Present Value). APV menggunakan prinsip value
additive (penambahan nilai), dengan mengambil ide dari model struktur modal
Modigliani Miller (MM). Menurut MM dengan pajak, nilai perusahaan dengan hutang
adalah nilai perusahaan 100% saham ditambah dengan penghematan pajak dari utang
(bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak).
APV dengan demikian dihitung dengan
menambahkan nilai base-case plus manfaat dari pinjaman (financing), seperti
berikut ini.
APV = Base-case NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan
karena memutuskan melakukan proyek
Base case NPV dihitung melalui asumsi proyek dilakukan
dengan menggunakan saham semuanya (100% saham). Sumber NPV dari keputusan
pendanaan (financing decision) tidak hanya dari penghematan pajak, tetapi juga
dari sumber lain, misal pinjaman yang disubsidi oleh pemerintah.
1.2 Peningkatan Kapasitas Pinjaman
Misalkan perusahaan ingin
mempertahankan rasio utang sebesar 40%. Dengan bertambahnya aset, maka utang
yang bisa dipinjam oleh perusahaan juga akan semakin meningkat (untuk
mempertahankan rasio yang sama). Jika perusahaan melakukan usulan investasi,
maka asetnya akan bertambah, dan karenanya kapasitas pinjaman juga akan
bertambah. Apakah kapasitas pinjaman yang bertambah tersebut mempunyai nilai?
Jika bunga yang dibayarkan bisa dipakai sebagai pengurang pajak, maka semakin
besar bunga yang dibayarkan, akan semakin besar penghematan pajak yang
diperoleh. Dengan kata lain, penambahan kapasitas hutang akan mendatangkan
nilai bagi perusahaan.
2. PERBANDINGAN APV DENGAN WACC
Misalkan ada usulan investasi yang
membutuhkan investasi awal Rp50 juta. Investasi diperkirakan menghasilkan
pemasukan bersih Rp20 juta per tahun. Usia investasi selamanya (tidak
terbatas). Pajak 40%. Perusahaan ingin menggunakan utang sebesar 40% dari totoal
nilai perusahaan (debt ratio sebesar 40%). Tingkat bunga 15%.
Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk pemegang saham 20%. Secara teoritis,
analisis investasi dengan metode APV dan WACC akan menghasilkan angka dan
kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode APV, dimana hanya penghematan
pajak saja yang kita analisis (penghematan lainnya seperti subsidi pinjaman
dianggap tidak ada), analisis bisa dilakukan seperti ini.
2.1 Analisis dengan APV
Dengan menggunakan APV, maka kita
akan menghitung formula berikut ini.
APV = NPV
100% saham + PV penghematan pajak dari bunga
= ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak ×
Uutang )
Karena perusahaan ingin menggunakan tingkat utang 40%
dari nilai pasar perusahaan, maka kita menghitung nilai perusahaan dengan utang
terlebih dulu, kemudian bisa menghitung besar utang yang akan dimiliki
perusahaan. Perhitungannya sebagai berikut.
Vd
= Nilai 100% saham + Pajak x 40% x Vd
Dimana Vd = nilai perusahaan dengan menggunakan utang.
Nilai investasi dengan 100% saham bisa dihitung berikut ini.
Penjualan Rp20
juta
Pajak
(40%) Rp 8 juta
Kas
bersih Rp12 juta
Kemudian, menghitung nilai investasi dengan 100%
saham, usia investasi selamanya, yaitu Rp60 juta (12 juta / 0,2). Vd dengan
demikian bisa dihitung sebagai berikut.
Vd
= 60 juta + (0,4) (0,4) Vd
Vd
= 75 juta
Besarnya utang dengan demikian 30 juta (0,4 x 75
juta). Dengan menggunakan APV, kita bisa memperoleh APV sebagai berikut.
APV = (12 juta / 0,2) + (0,4 x
30 juta) – 50 juta
=
12 juta
Dengan demikian usulan investasi layak dilakukan.
2.2 Analisis dengan WACC
Jika kita menggunakan WACC, kita
akan menghitung biaya modal rata-rata tertimbang. Pertama, kita harus
menghitung biaya modal saham yang baru, yang mencerminkan tambahan utang.
Karena perusahaan menggunakan utang, maka risiko semakin meningkat, sehingga ks
juga meningkat. Tingkat bunga pinjaman (kb) 15%. Dengan menggunakan formula
yang dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita bisa menghitung ks yang
baru.
ks = ro + B / S (1 – tc) (ro – rb)
ks = 20% + (2/5)
(1 – 0,4) (20% - 15%) = 22
WACC bisa dihitung sebagai berikut.
WACC = (3/5) (22)
+ (2/5) (1 – 0,4) (15%)
=
16,8%
Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC
adalah.
NPV = (Kas
tersedia untuk pemegang saham / WACC) – Investasi
= (12 juta / 0,168) – 50 juta
=
12 juta
2.3 Perbandingan APV dengan WACC
Pembahasan di muka menunjukkan bahwa
APV dan WACC secara teoritis menghasilkan kesimpulan yang sama. Keduanya juga
menggunakan aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh keputusan pendanaan.
Keduanya berbeda sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar (base) kemudian
ditambahkan dengan PV manfaat dari keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC,
pengaruh keputusan pendanaan terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal
rata-rata tertimbang). APV menghitung pengaruh keputusan pendanaan secara
langsung. Sedangkan pada WACC pengaruh keputusan pendanaan dilakukan secara
tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.
Pertanyaan berikutnya adalah dalam
situasi apa WACC atau APV lebih baik dipakai. Berikut ini beberapa pedoman
untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan dalam situasi yang bagaimana.
1. Jika risiko proyek konstan selama
usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan biaya modal rata-rata
tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam situasi
tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita tidak
perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko
proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan
berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara
langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
2. WACC berbicara mengenai rasio utang,
sedangkan APV berbicara mengenai tingkat (jumlah) utang. Jika jumlah utang bisa
diprediksi dengan baik, maka APV cukup praktis digunakan. Jika tingkat (jumlah)
utang sulit diprediksi, maka penggunaan APV menjadi lebih sulit. Contoh, jika
rasio utang terhadap nilai perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan berubah-ubah,
maka jumlah utang juga akan berubah-ubah. Jumlah utang menjadi lebih sulit
dihitung Tetapi jika rasio utang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit
diaplikasikan.
3. MENGHITUNG BETA UNLEVERED
3.1 Tanpa Pajak
Untuk menggunakan APV, kita
membutuhkan biaya modal saham untuk perusahaan yang menggunakan 100% saham
(ro). Dengan menggunakan formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung
sebagai berikut ini.
ro = Rf + βU (Rm – Rf)
dimana βU adalah beta perusahaan dengan 100% saham.
Tetapi, biasanya perusahaan menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan
yang menggunakan saham 100%. Kita bisa menggunakan formula CAPM untuk
menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya menggunakan utang)
seperti berikut ini.
rs = Rf + β (Rm – Rf)
β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko
sistematis saham (karena dihitung melalui saham yang listing di bursa) yang
dihitung melalui regresi model pasar (market model), atau menggunakan formula β
= Kovarians return pasar dengan return saham / Varians pasar. Model pasar bisa
dituliskan sebagai berikut ini.
Ri = αi + βi (Rm) + ei
βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i.
Perhatikan bahwa perusahaan biasanya menggunakan utang sehingga βi tersebut
merupakan beta yang mengandung unsur utang. Padahal kita menginginkan beta 100%
saham untuk menghitung biaya modal saham. Kita bisa melakukan penyesuaian
dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta utang sebagai berikut ini.
Beta perusahaan dengan saham 100%
(beta aset) bisa dianggap terdiri dari beta utang dan beta saham. Beta aset
tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari setiap beta individualnya,
seperti berikut ini.
βASET = (B / (B + S)) βUTANG + (S / (B + S)) βSAHAM
βUTANG biasanya
sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol. Karena itu persamaan di atas bisa
dituliskan sebagai berikut ini.
βASET = (S / (B + S)) βSAHAM
Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa
dihitung sebagai berikut ini.
βSAHAM = βASET (1 + (Utang / Saham))
Berikut contoh aplikasi formula tersebut. Misalkan
kita melakukan regresi modal pasar untuk saham PT. X dan memperoleh koefisien
beta sebesar 1,1. Kemudian PT. X menggunakan utang dengan perbandingan utang
dan saham 1:3. Berapa beta saham 100% PT. X?
βASET = {3 / (1+3)} 1,1 = 0,825
3.2 Dengan Pajak
Dalam dunia dengan pajak, kita bisa
menggunakan formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini untuk menurunkan beta
aset (beta perusahaan dengan 100% saham).
VL = VU + tc . B = B + S
Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai perusahaan
dengan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah dengan PV
penghematan pajak. Term yang paling kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan
dengan utang sama dengan nilai utang ditambah nilai saham.
Persamaan sebelumnya menunjukkan
bahwa beta aset merupakan rata-rata tertimbang dari beta sumber dana
individual. Karena B + S = VL dan VL = VU + tc.B, maka beta aset bisa
dituliskan berikut ini.
βASET = (B / VL) βUTANG + (S / VL) βSAHAM
atau
βASET = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βUTANG
dimana βU adalah beta untuk perusahaan
unlevered (tidak menggunakan hutang). Dengan menyamakan kedua persamaan di
atas, maka:
(B / VL) βUTANG + (S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βUTANG
(S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + βUTANG [((tc.B) – B) / VL]
βSAHAM = (VL / S) (VU / VL) βU + βUTANG [{(VL.tc.B) – VL.B) / (VL.S)]
βSAHAM = (VU / S) βU + βUTANG [{(tc.B) – B) / S]
Persamaan MM untuk nilai perusahaan dengan hutang
adalah VL = VU + t.B.
Dengan kata lain, VU = VL – t.B. Karena VL = B + S,
maka kita juga bisa menuliskan sebagai berikut: VU = B + S – t.B. Dengan
demikian persamaan di atas bisa dituliskan kembali sebagai berikut ini.
βSAHAM = {(B + S – t.B) / S) βU + βUTANG [{(tc.B) – B) / S]
βSAHAM = βU.B + βU.S – βU.t.B + βUTANG.t.B – βB.B
S
Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut
ini.
βSAHAM = βU + βU (B / S) – βU (t.B / S) + βUTANG (t.B / S) – βB (B / S)
βSAHAM = βU + [βU – βU.t + βUTANG.t – βB] (B / S)
βSAHAM = βU + [(1 – t) (βU – βB) (B / S)]
βSAHAM = βU (1 + (1 - t) (B))
S
Beberapa implikasi bisa dilihat dari
persamaan di atas. Pada perusahaan dengan hutang, (B / S) adalah positif.
Karena itu term (1 – t) (B / S) akan bernilai positif. Dengan demikian beta
saham perusahaan yang menggunakan hutang lebih besar dibandingkan dengan beta
saham 100%. Hasil semacam itu masuk akal karena hutang meningkatkan risiko
perusahaan. Tetapi peningkatan beta tersebut tidak setajam pada situasi tanpa
pajak. Sebagai contoh, perusahaan menggunakan utang dan saham dengan
perbandingan 1 dan 3. Berikut ini dua beta saham perusahaan pada kondisi tanpa
pajak dan dengan pajak (misal 30%), dan beta saham 100% adalah 1.
Tanpa pajak : βSAHAM = 1{1 + (1/3)} = 1,333
Dengan pajak : βSAHAM = 1{1 + (1 – 0,3) (1/3)} =
1,233
Hasil semacam itu terjadi karena, pada kondisi ada
pajak, perusahaan dengan utang mempunyai penghematan pajak yang bisa menurunkan
risiko.
saya izin copas ya mbak, utk tugas kuliah
BalasHapustpi kok gak bisa ya...