TEORI STRUKTUR MODAL
1. Pendekatan
Tradisional
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal.
Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Struktur modal bisa dirubah-rubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang
optimal.
2. Pendekatan
Modigliani dan Miller (MM)
Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional
struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi
nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut
memasukkan faktor pajak kedalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan
bahwa nilai perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan
tanpa hutang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari
penggunaan hutang.
a. Proposisi MM
Tanpa
Pajak MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka:
1. Tidak ada
pajak
2. Tidak ada
biaya transaksi
3. Individu dan
perusahaan meminjam pada tingkat yang sama. Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM
mengajukan dua proposisi yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak.
b. Proposisi 1 (Tanpa Pajak)
Nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan
yang tidak menggunakan hutang sebagai berikut ini.
VL = V
U dimana ……… (1) VL = Nilai untuk perusahaan yang menggunakan hutang (valuefor
leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang (100%
saham, atauvalue for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller
berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat
keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai
perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).
c. Proposisi 2
(Tanpa Pajak)
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk
perusahaan yang menggunakan hutang, naik proporsional terhadap peningkatan
rasio hutang dengan saham.
ks = ko + B / S (ko – kb)
dimana :
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa
hutang
B/S = rasio hutang dengan saham
kb = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang (tingkat bunga)
Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan
sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang
murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan
(WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks)
konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan
tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya,
nilai perusahaan akan konstan.
d. Proposisi MM dengan Pajak
Hutang Pajak Saham
(a) Saham Hutang Pajak Dibayarkan ke Pemerintah
(b) Terlihat bahwa roti tersebut dibagi ke dalam tiga bagian: saham,
hutang, dan pajak. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan
aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena
Gambar (a) dimana hutang yang digunakan lebih sedikit, pajak yang
dibayarkan menjadi lebih besar. Karena aliran kas yang keluar (melalui pajak)
semakin besar, roti yang tersisa menjadi semakin kecil.
Gambar (b) menunjukkan penggunaan hutang yang semakin besar. Pajak yang
dibayarkan semakin kecil, yang berarti perusahaan bisa menghemat aliran kas
keluar. Roti yang tersisa pada gambar (b) nampak lebih besar dibandingkan
dengan roti yang tersisa pada (a). Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa dengan
memperhitungkan pajak, struktur modal bisa mempengaruhi nilai perusahaan.
e. Proposisi 1
(dengan Pajak)
Nilai perusahaan dengan hutang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa
hutang plus penghematan pajak karena bunga hutang. Formula untuk pernyataan
tersebut:
VL = VU + Tc B
= EBIT (1-Tc) + Tc.kb.B
Ko kb
Dimana :
Tc = tingkat pajak (perusahaan)
B = besarnya hutang
Ks =tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
kb = tingkat keuntungan hutang (tingkat bunga)
Ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa
hutang
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Pendapatan sebelum
pajak dan bunga)
Nilai perusahaan tanpa hutang merupakan present value dari tingkat
keuntungan EBIT (Earning Before Interest and Taxes), didiskontokan dengan biaya
modal saham tanpa hutang (ko). Penghematan bunga didiskontokan dengan biaya
modal hutang (kb). Perbedaan diskonto tersebut disebabkan karena risiko yang
berbeda antara EBIT (aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas
untuk pemegang hutang).
f. Proposisi 2
(dengan Pajak)
Proposisi 2 (dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan
meningkat dengan semakin meningkatnya hutang. Tetapi penghematan dari pajak
akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya
modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan:
ks = ko + B / S (1 – Tc) (ko – kb)
……… (4)
Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan hutang yang semakin
banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan hutang yang lebih
banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih
kecil dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata
tertimbang (meskibiaya modal sahamnya meningkat).
Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah
perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya (99%, sebagai
contoh). Tetapi dalam kenyataan, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang
sebesar tersebut.
3. Teori
Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan
hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin
tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar
negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai
perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal:
1.
Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi,
biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang sejenis.
2. Biaya tidak
langsung: biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain
atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misal,
supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan
kemungkinan tidak terbayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan
hutang (agency cost of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik antara
pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian
yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkat. Dalam situasi tersebut,
pemegang hutang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap
perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring
(persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah akuntan, dsb) dan bisa juga
dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan,
persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini.
VL = VU + PV Penghematan Pajak –
[PV Biaya Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan]
Dengan demikian gabungan antara teori struktur modal Modigiliani-Miller
dengan memasukkan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasikan adanya
trade-off antara penghematan pajak dari hutang dengan biaya kebangkrutan. Teori
tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off struktur modal, atau static
trade-off capital structure theory. Tetapi teori tersebut tidak memberikan
formula yang pasti yang bisa memberi petunjuk berapa tingkat hutang yang
optimal.
4. Model Miller
dengan Pajak Perusahaan dan Personal
Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak, dan
dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan
pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak. Penghematan pajak
tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.
Penghematan pajak = VL - VU = tc .
B
Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal dengan
memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang hutang harus membayar
pajak jika mereka menerima dividen (untuk pemegang saham) atau bunga (untuk
pemegang hutang).
Menurut Miller, nilai perusahaan yang menggunakan hutang, setelah
memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut ini.
(1 – Tc) (1 – ts)
VL = VU + { 1 – [
--------------------- ] } B
(1 – tb)
Dimana :
VL = Nilai perusahaan dengan hutang
VU = Nilai perusahaan tanpa hutang
Tc = tingkat pajak perusahaan
ts = tingkat pajak pemegang saham (atas dividen dan capital gain)
tb = tingkat pajak untuk pemegang hutang (atas bunga)
B = Hutang
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin
dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi meminimalkan
total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham,
dan pajak atas pemegang hutang). Melihat persamaan di atas mempunyai beberapa
implikasi. Jika (1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts),
maka persamaan di atas menjadi,
VL = VU + (1 – 1) B = VU
Dengan kata lain, pada kondisi tersebut, nilai perusahaan dengan hutang
sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang. Tidak ada penghematan pajak atas
bunga hutang.
Pada situasi lain, dimana menjadi. VL = VU + ts = tb, persamaan di atas Tc
. B Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama
dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah penghematan pajak karena bunga
hutang. Persamaan tersebut sama dengan argumen MM dengan pajak. Dua situasi di
atas merupakan situasi ekstrim. Pada situasi kebanyakan, nilai VL akan berada
diantara nilai VU dan nilai VU + Tc.B.
5. Pecking
Order Theory
Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa
manajer akan berfikir dalam kerangka trade-off antara pengehamatan pajak dan
biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris,
nampaknya jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi,
Donald Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal
perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang
mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang yang
lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam
penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai
berikut ini :
1. Perusahaan
memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba
(keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2. 2.Perusahaan
menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan
investasi.
3. 3.Karena
kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan
dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran
kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat
yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar